Rabu, 20 April 2011

Mencermati Strategi Pemasaran KPR Perbankan di Tengah Ketatnya Persaingan

Trend KPR Perbankan 2011

Di tengah ancaman inflasi dan kenaikan base lending rate sebagi akibat naiknya SBI, kredit sektor properti tetap menjadi primadona bagi perbankan. Banyak bank yang mencanangkan kredit pemilikan rumah (KPR) sebagai andalan bisnis mereka di tahun ini.

Beberapa bank yang merupakan pemain utama dalam sektor ini menargetkan pertumbuhan optimis untuk tahun 2011. BTN misalnya, menargetkan pertumbuhan hingga 30% tahun ini. Bank Mandiri menargetkan pertumbuhan sebesar 26% - 30%. Demikian pula dengan BNI yang akan memacu pertumbuhan KPR tidak kurang dari 30%. Sementara itu, Bank Permata, BCA dan Bank Niaga, meskipun tidak seagresif bank-bank lainnya menargetkan pertumbuhan sebesar 20%.

Bank-bank yang sebelumnya tidak fokus pada sektor KPR pun mulai berbondong-bondong memasuki bisnis ini. Bank Bukopin misalnya, tahun ini menargetkan pertumbuhan KPR-nya sebesar 100%. Demikian halnya dengan Bank Mayapada, Bank Ekonomi hingga Bank Mutiara. Bahkan bank asing seperti ICBC pun sudah memproklamirkan diri masuk dalam persaingan memperebutkan manisnya kue bisnis KPR.

Bank Indonesia sendiri memprediksikan kredit di sektor perumahan akan tumbuh sebesar 2,8% pada kuartal pertama 2011. Sampai akhir Desember 2011 kredit properti diperkirakan naik 12,2 % dibanding akhir tahun 2010.
Berdasarkan data SEKI yang dirilis oleh Bank Indonesia menunjukkan, hingga Desember 2010 perbankan telah menyalurkan kredit properti dalam rupiah dan valuta asing (valas) sebesar Rp 241,66 triliun yang berarti tumbuh sebesar 12,85% dibanding tahun 2009.
Dari seluruh kredit property tersebut sebesar Rp. 140,6 trilyun (58,18%) merupakan kredit kepemilikan rumah (KPR) dan kredit kepemilikan apartemen (KPA). Sementara itu sebesar Rp. 63,16 trilyun merupakan kredit konstruksi dan sisanya Rp. 37,89 trilyun merupakan kredit real estate.
Apabila perkiraan Bank Indonesia tepat, dengan asumsi pertumbuhan 12,2% di tahun 2011, maka pada akhir tahun ini total outstanding KPR dan KPA dapat menembus angka Rp. 157,75 trilyun. Hal ini berarti akan terjadi penambahan sebesar Rp. 17,15 trilyun.
Selama lima tahun terakhir, trend kredit property memang mengalami pertumbuhan yang cukup signifikan dengan tingkat pertumbuhan rata-rata 18,47% per tahun. Sektor KPR dan KPA sendiri mengalami pertumbuhan hingga 18,91%.

 


Faktor Pendorong

Optimisme pertumbuhan portofolio KPR yang ditargetkan oleh perbankan tahun ini tidak terlepas dari faktor-faktor pendorong yang menyebabkan industri ini menjadi begitu diminati. Beberapa faktor tersebut diantaranya adalah :

1.      Trend pertumbuhan property yang positif

Tahun 2011 diperkirakan sektor properti akan tumbuh minimal 15%. Prediksi ini disampaikan oleh beberapa ahli di bidang property dalam Seminar "Market Outlook 2011" yang diselenggarakan oleh CWMA Property & Bank bekerja sama dengan LPM Universitas Indonesia di Jakarta pada tanggal 25 Nopember 2010.

Melihat banyaknya proyek properti, terutama sektor perumahan (landed house), apartemen dan commercial building seperti rukan dan ruko sepertinya prediksi ini cukup relevan.

Hal tersebut juga sejalan dengan prediksi Bank Dunia memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 6,2% tahun ini. Pertumbuhan ekonomi yang positif ini tentu dapat menjadi stimulus yang dapat menggairahkan sektor properti. Para pengembang tidak perlu kawatir karena pertumbuhan ekonomi yang positif menunjukkan adanya daya beli masayarakat yang meningkat.

Positifnya trend pertumbuhan property tanah air dapat diamati dari banyaknya proyek-proyek perumahan, apartemen dan commercial building yang dikembangkan oleh beberapa pengembang ternama seperti Agung Podomoro Group, Ciputra Group, Sumarecon dan Pakuwon Group yang tidak hanya di Jakarta tetapi juga di kota-kota lain seperti Makasar, Surabaya dan Semarang. Pengembang-pengembang peroranganpun juga tak mau ketinggalan untuk memanfaatkan momentum ini. Cukup banyak proyek-proyek perumahan yang dikembangkan oleh pengembang-pengembang perorangan tersebut.

Tumbuhnya sektor ini juga di dukung dengan semakin kreatifnya pengembang dalam memasarkan produknya. Beberapa pengembang ternama bahkan cukup berani dengan memanfaatkan media televisi sebagai sarana untuk mempromosikan proyeknya. Dengan beriklan di televisi mereka mencoba menciptakan kebutuhan bagi investor-investor yang ada di daerah untuk bisa berinvestasi dengan membeli properti di Jakarta. Dan rupanya hal ini cukup berhasil. Terbukti dari banyaknya pembeli rumah, apartemen, ruko dan rukan yang dikembangkan di beberapa lokasi di Jakarta ternyata berasal dari daerah.

Faktor lain yang menggairahkan industri properti adalah adanya rencana pemerintah untuk merevisi RUU Rumah Susun tentang masa pakai orang asing yang bisa diperpanjang hingga 99 tahun. Apabila RUU yang pembahasannya diperkirakan selesai pada akhir Kuartal II ini telah efektif, tentu akan semakin memacu pertumbuhan investasi di sektor properti.


2.      Regulasi Pemerintah yang Mendorong Pertumbuhan Perumahan Murah untuk Rakyat
Tahun ini pemerintah mengeluarkan beberapa kebijakan dan regulasi untuk mendorong pertumbuhan rumah murah untuk rakyat. Sebagai bagian dari kebijakn tersebut, Kementrian Perumahan Rakyat menargetkan dibangunnya 100.000 unit rumah murah untuk rakyat selama tahun 2011. untuk mendukung program tersebut pemerintah mengeluarkan program Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) yang penyalurannya melalui perbankan.

Sejalan dengan kebijakan tersebut, Kementrian Keuangan mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan No.31/PMK/03/2011 yang menaikkan batasan harga jual rumah sederhana dan sangat sederhana yang bebas PPN menjadi Rp70 juta dari semula Rp55 juta.


3.      Tingginya transaksi property di pasar sekunder
Menurut data AREBI (Asosiasi Real Estate Broker Indonesia) diperkirakan tiap tahun terjadi transaksi properti di pasar primer dan sekunder sebesar Rp 104 triliun. Dari jumlah tersebut Rp. 40 trilyun (38,5%) adalah transaksi pasar sekunder. Dari keseluruhan transaksi pasar sekunder, 60% adalah transaksi jual beli rumah sekunder dan 40% merupakan penjualan ruko, rukan dan apartemen.
Tingginya transaksi di pasar properti sekunder ini tentunya memberikan peluang yang cukup besar bagi perbankan untuk bisa menyalurkan kreditnya.

4.      Kebijakan BI untuk Menurunkan ATMR Kredit Beragunan Rumah Tinggal
Perubahan ketentuan BI terkait dengan ATMR untuk kredit beragunan rumah tinggal dengan kriteria tertentu, yang bobot risikonya diturunkan dari 40% menjadi 35% tentu saja berdampak langsung gairah bank untuk masuk dalam sektor ini. Dengan adanya penurunan ATMR, berarti bank dapat melakukan ekspansi kredit lebih besar tanpa harus menambah modal.
Strategi Pemasaran Bank dalam Menghadapi Persaingan di Sektor KPR

Dengan semakin banyaknya pemain yang masuk dalam sektor KPR mengakibatkan semakin ketatnya persaingan dalam bisnis ini. Untuk itu bank harus mempersiapkan strategi yang tepat agar bisa memenangkan persaingan.

Berbicara mengenai strategi pemasaran KPR perbankan, berarti berbicara mengenai lima elemen pokok yang saling terintegrasi yaitu : Sumber Daya Manusia, Produk, Saluran Akuisisi, Proses dan Pelayanan. Gambar di bawah ini dapat menjadi contoh sederhana bagiamana merumuskan strategi dalam pemasaran produk KPR.


Dengan landasan rumusan strategi tersebut, kita akan mencoba mencermati bagamiana bank-bank mengaplikasikannya dalam strategi pemasaran KPR mereka. Untuk itu agar lebih sederhana, kita akan coba uraikan rumusan strategi tersebut dalam hubungan segitiga antara Bank, Nasabah dan Saluran Akuisisi (Acquisition Chanel).


Nasabah
Nasabah, dalam hal ini debitur, adalah pihak yang secara langsung memberikan keuntungan kepada bank dari fasilitas kredit yang disalurkannya. Hubungan dengan nasabah harus diciptakan dan dipertahankan oleh bank sejak dari proses akuisisi hingga pasca akuisisi (after sales service).

Untuk bisa memenangkan persaingan dan memikat nasabah dalam proses akuisisi, ada beberapa strategi yang diterapkan perbankan, yaitu:
1.      Mengoptimalkan kekuatan produk dan
2.      Dukungan tenaga penjual yang handal

Bagaimanapun juga, hal pertama yang dilihat nasabah ketika menentukan pilihan KPR nya adalah paket produk yang ditawarkan oleh bank dan juga nama besar bank itu sendiri. Untuk memastikan agar produknya bernar-benar berdampak secara optimal dalam mempengaruhi nasabah maka bank harus melakukan hal-hal sebagai berikut :

         Penguatan Product Branding
Ini adalah salah satu langkah awal yang semestinya dilakukan oleh bank-bank yang fokus dalam sektor KPR. Beberapa bank bisa dianggap cukup berhasil dalam melakukan branding. Sebut saja BNI yang dikenal dengan BNIGriya dan Bank Mandiri dengan KPR Graha Mandirinya. Kedua bank tersebut adalah contoh yang berhasil dari corporate branding. Dengan adanya branding semacam ini, nasabah akan tahu bahwa bank memang serius dan fokus dalam pembiayaan sector ini.
Ada juga bank yang sukses dalam product branding dimana ketika disebut suatu produk maka nama itu akan lekat dengan bank tertentu. Sebagai contoh kita sebut saja Fix and Cap, maka secara otomatis yang tergambar dalam benak nasabah adalah BCA, sebagai pemilik produk tersebut. Meskipun beberapa bank mencoba mengikutinya, ternyata label fix and cap sudah terlanjur melekat pada BCA.

         Paket Suku Bunga yang Menarik
Paket suku bunga adalah salah satu strategi paling primitif, meskipun tidak bisa dipungkiri bahwa hingga saat ini faktor bunga merupakan daya tarik utama bagi calon nasabah. Berbagai macam tawaran suku bunga dilemparkan oleh masing-masing bank sebagai senjata andalannya. BCA misalnya sukses dengan program Fix and Cap. Dengan paket suku bunga fix and cap, nasabah akan memperoleh kepastian suku bunga selama 5 tahun. Program ini menarik nasabah dari sisi kepastian, sehingga nasabah bisa mengatur perencanaan keuangannya dengan pasti.

Yang menarik lagi adalah tawaran suku bunga 0% dari CIMB Niaga melalui KPR Extra Dinamis yang merupakan penggabungan dari produk simpanan dan pinjaman. Nasabah akan mendapatkan bunga hingga 0% apabila menempatkan dananya paling tidak 147% dari plafon kreditnya. Dengan program semacam ini tnetu saja segmen yang dibidik adalah segmen menegah ke atas.

Untuk menandingi program-program suku bunga tersebut, beberapa bank mencoba menawarkan program suku bunga fix selama jangka waktu 2 hingga 3 tahun. Hal ini dilakukan oleh BNI, dan juga Panin.

Yang juga tak kalah menarik adalah suku bunga yang ditawarkan UOB Buana yang muncul dengan bunga 3 tahun menurun. Dengan paket suku bunga ini, setiap tahun justru nasabah akan dikenakan bunga yang lebih kecil, sehingga angsurannya juga semakin menurun.

         Jaminan Kecepatan Proses
Transaksi dalam jual beli properti adalah transaksi yang membutuhkan kepastian dan kecepatan waktu. Sinyal ini rupanya ditangkap oleh Bank Permata dengan memberikan jaminan kepastian proses KPR paling lama 5 hari. Bahkan Permata benari memberikan kompensasi sebesar Rp. 100.000 per hari apabila proses aplikasi yang diajukan nasabah lebih dari 5 hari.

Bank Internasional Indonesia (BII) juga tidak mau kalah dengan program KPR express yang mengusung persetujuan prinsip 30 menit. Dengan program ini BII memberikan kepastian kelanjutan proses KPR nasabah 30 menit setelah nasabah mengajukan aplikasi.

Kedua bank ini cukup kreatif karena menyadari keterbatasan mereka dalam persaingan dari sisi bunga, maka mereka mencoba untuk menemukan satu sisi unik (unique selling point) yang berbeda dengan bank lain.

         Pricing yang Rendah
Salah satu hal yang tentunya menjadi pertimbangan nasabah dalam mengambil KPR adalah adanya biaya-biaya yang timbul mulai dari provisi, administrasi, survey jaminan, notaris hingga asuransi.
Beberapa bank mencoba menarik minat nasabah dengan membebaskan biaya-biaya yang berkaitan dengan KPR tersebut. Salah satu yang menonjol adalah UOB Buana yang meluncurkan program take over dengan paket bebas biaya provisi, administrasi, survey jaminan dan biaya notaris.

Hal kedua, yang sangat signifikan pengaruhnya bagi bagi bank untuk bisa memenangkan persaingan dalam akuisisi nasabah adalah adanya tenaga penjual yang handal. Sebagus apapun program dan paket produk yang dibuat oleh bank tidaklah cukup apabila tidak didukung dengan keandalan tenaga penjualan.

Berdasarkan survey yang dilakukan oleh majalah HousingEstate ke beberapa developer dan broker properti, saat ini bank yang paling diminati oleh mereka adalah Bank Permata. Hal ini disebabkan oleh dua hal yaitu :

  1. Servis Acount Officer yang bagus.
  2. Kecepatan dan kepastian proses.

Account Officer Bank permata dinilai memiliki servis yang bagus, karena hampir setiap hari mereka melakukan kunjungan ke broker maupun developer. Bahkan pada hari Sabtu dan Minggu, tidak jarang Account Officer dari bank tersebut muncul di Broker maupun Developer. Kehandalan tenaga penjual seperti inilah yang bisa menjadikan Bank Permata sebagai salah satu pemain di sector KPR yang cukup kuat.

Setelah tahap akuisisi, strategi selanjutnya yang berhubungan dengan nasabah adalah bagaimana menjaga hubungan pasca akuisisi untuk mempertahankan agar nasabah tetap loyal. Salah satu strategi yang cukup populer adalah pembentukan satu unit khusus yang disebut sebagai Mortgage Service Center atau sentra-sentra pelayanan KPR.

Unit ini dibuat terpisah dari unit bisnis dan hanya khusus melayani hal-hal yang berkaitan dengan inquiry data dan dokumen oleh nasabah dan penanganan keluhan nasabah. Dengan dibuat terpisah, maka unit bisnis bisa lebih fokus pada usaha-usaha penjualan tanpa harus dipusingkan dengan aktivitas-aktivitas pelayanan kepada nasabah eksisting maupun penanganan keluhannya.

Beberapa bank yang sudah mulai menerapkan strategi ini adalah Permata, UOB Buana, Danamon, BII dan beberapa bank lain.


Saluran Akuisisi (Acquisition Chanel)
Hal yang unik dari srtategi pemasaran produk KPR perbankan adalah adanya saluran akuisisi nasabah (acquisition chanel) yang bisa menjadi jalur bagi bank untuk bisa grab nasabah lebih banyak pada segmen yang tepat.

Beberapa Acquisition Chanel yang perlu dikelola oleh kalangan perbankan diantaranya adalah :
  1. Broker Properti
  2. Developer
  3. Nasabah Eksis
  4. Karyawan
  5. Corporate Chanel
  6. Alternate Chanel

Dari sekian banyak saluran akuisisi tersebut, yang umumnya memberikan kontribusi lebih atas peningkatan portofolio KPR adalah Developer dan Broker Properti. Developer adalah saluran akuisisi untuk primary market sedangkan broker properti merupakan saluran akuisisi untuk secondary market.

Dalam menjaga hubungannya dengan developer dan broker properti, beberapa bank membuat program insentif, untuk marketing developer dan broker properti. Tak jarang pula bank-bank tersebut mengadakan gathering untuk lebih mengeratkan hubungan dengan marketing-marketing tersebut.

         Developer
Hubungan antara bank dengan developer adalah hubungan saling menguntungkan yang bersifat simbiosis mutualisme. Bank memerlukan developer sebagai saluran akuisisi nasabah, dan disisi lain developer memerlukan bank untuk membantu calon pembelinya lebih mudah dalam pembayaran.

Dengan dasar ini, seringkali bank dan developer berkolaborasi membuat sebuah program yang dapat menarik minat pembeli yang nantinya juga akan menjadi nasabah bank. Salah satu contoh dalam hal ini adalah subsidi bunga kepada nasabah yang mengambil rumah, ruko atau apartemen dengan KPR atau KPA. UOB Buana misalnya, yang bekerjasama dengan beberapa Developer seperti Garden City, Summarecon dan Agung Podomoro Land membuat program KPR dengan suku bunga yang sangat ringan hingga 6,25%. Hal serupa juga dilakukan oleh BCA dengan beberapa pengembang apartemen dan juga Bank Mandiri dengan beberapa pengembang.

         Broker Properti
Broker properti adalah salah satu saluran akuisisi yang patut diperhitungkan, mengingat transaksi jual beli properti di pasar sekunder bisa mencapai Rp. 40 trilyun tiap tahunnya.

Banyak hal yang bisa dilakukan bank untuk menjaga hubungan baik dengan broker properti. Salah satu contohnya adalah dengan memberikan fee kepada marketing broker yang bisa memberikan referal kepada bank.

Beberapa bank juga seringkali mengadakan gathering dengan marketing-marketing broker mulai dari hal yang sangat sederhana seperti nonton bioskop bareng hingga seminar property outlook. Dengan adanya even-even semacam ini, tentu saja diharapkan hubungan antara bank dengan broker properti akan selalu terjaga dengan baik.

Dalam tahap selanjutnya hubungan yang baik dengan developer dan broker properti justru dapat menjadi senjata yang diandalkan bank untuk memenangkan persaingan dalam akuisisi nasabah. Hal ini dikarenakan, seringkali preferensi developer atau broker properti dapat mempengaruhi selera nasabah juga.


Kesimpulan
Persaiangan di sektor KPR perbankan bisa dipastikan sangat ketat pada tahun 2011. Hal ini terlihat dari agresifinya proyeksi pertumbuhan portofolio KPR bank-bank nasional. Berbondong-bondong masuknya bank yang sebelumnya tidak fokus pada sektor KPR serta masuknya beberapa bank asing dalam sektor ini membuat persaingan menjadi lebih ketat.

Positifnya pertumbuhan industri properti, adanya regulasi pemerintah untuk pengembangan properti, nilai transaksi di pasar sekunder yang cukup besar serta kelonggaran ketentuan ATMR dari BI menjadi faktor utama kian menjanjikannya sektor KPR bagi perbankan. Dengan adanya faktor-faktor ini maka persaingan di sektor KPR menjadi hal yang tidak bisa dihindari lagi.

Untuk bisa menjaga eksistensi dan bisa memenangkan persaingan dalam bisnis KPR, bank harus menyiapkan strategi pemasaran yang mengintegrasikan 5 elemen utama yaitu: Sumber Daya Manusia, Produk, Saluran Akuisisi, Proses dan Pelayanan. Kelima elemen tersebut harus diterjemahkan dalam hubungan segitiga antara Bank, Nasabah dan Saluran Akuisisinya. Nasabah dan Saluran Akuisisi merupakan hal yang tidak bisa dipisahkan dari keberhasilan bisnis KPR bank. Saluran akuisisi yang harus di maintain dengan baik oleh bank yang paling signifikan kontribusinya adalah Ddeveloper dan broker properti.