Jumat, 18 Februari 2011

Antara Angkot, Busway dan Target Penjualan

Hari ini saya mendapatkan sebuah pelajaran berharga yang sepertinya layak untuk di-share. Bersumber dari biweekly meeting yang dijadwalkan untuk trainee, saya mendapatkan sebuah kisah yang cukup inspiratif.

Biweekly meeting adalah pertemuan rutin yang dibuat sebagai bagian dari sebuah development program yang saya rancang untuk sebuah perusahaan. Dalam pertemuan ini, setiap peserta harus sharing hal-hal positif yang mereka dapatkan dan lakukan pada saat OJT. Sama sekali tidak boleh ada hal negatif dan keluhan dalam meeting ini.

Tujuan dari pertemuan ini adalah untuk memberikan remotivasi bagi para peserta program yang selama OJT mungkin mendapatkan energi-energi negatif dari lingkungan mereka. Dalam forum ini semua energi negatif kita sikapi dengan cara yang positif. Selama beberapa kali pertemuan saya kira kegiatan ini cukup mujarab untuk membangkitkan lagi energi peserta.

Dari pertemuan ini juga diharapkan, dapat ditemukan berbagai macam proven best paractice yang bisa dierapkan oleh peserta-peserta lain ketika menghadapi case yang sama.

Kembali lagi pada sharing hari ini.
Seorang trainee saya yang bernama Meify Ireine Loho menyampaikan sekelumit perjuangannya. Meify adalah seorang wanita yang berasal dari Bontang dan sama sekali tidak hafal Jakarta. Baru beberapa bulan saja dia tinggal di Jakarta.

Dengan kondisi demikain, dia harus menjadi seorang sales yang dituntut untuk memiliki mobilitas tinggi. Ditambah lagi kendala terbatasnya mobil operasional di cabang. Bagi seorang sales senior, kondisi tersebut mungkin akan menjadi hambatan, tetapi tidak untuk seorang Meify.

Tidak pernah mau mengandalkan mobil kantor, dia selalu naik busway, angkot dan metromini setiap visit ke tempat nasabah. Bagaimana bisa? Dia kan tidak tahu kanan kiri di Jakarta?. Rupanya dengan berbekal bantuan call a friend dan Jakarta Maps dia menjelajahi setiap sudut kota ini.

Begitu mendapat referensi nasabah yang mau membeli rumah dengan KPR dia tidak mau buang waktu. Sebagai informasi, trainee-trainee saya kebetulan dipersiapkan untuk menjadi seorang Mortgage Specialist yang memiliki keahlian khusus di bidang kredit KPR, Kredit Multiguna dan KKB. Mereka rata-rata adalah fresh graduate.

Kembali kepada Meify. Begitu dia mendapat refernsi, langsung saja dia kontak calon nasabahnya. Setelah itu tidak lupa dia segera membuka jakarta maps dan menelpon temannya kesana-kemari untuk menanyakan jalur busway dan angkot yang melewati daerah tersebut. Tidak lama, meluncurlah Meify ke TKP. Untungnya belakangan dia membeli sebuah Blackberry yang menyederhanakan peran Jakarta Maps nya. dengan adanya gandget itu dia bisa melihat peta tanpa harus membawa kertas yang lebar kemana-mana.

Yang membuat saya tertarik untuk bertanya adalah mengapa dia begitu antusias untuk mendatangi calon nasabahnya. Sebuah jawaban luar biasa saya dapatkan. Menurut Meify, dia sangat ingin membantu nasabahnya. Barangkali nasabah tersebut memang benar-benar butuh untuk membeli rumah yang menjadi kebutuhan pokoknya. Tentu dia akan sangat bangga dan happy bisa membantu nasabahnya lebih cepat memenuhi kebutuhannya tersebut.

Jawaban yang menurut saya, WOW...sungguh luar biasa. Dan jawaban itu tidak hanya lips service. Begitu tulus keluar dari mulutnya. Begitu ikhlas sehingga akan membuat orang yang mendengar langsung tergetar hatinya dan terinspirasi.

Semangat seperti inilah yang saat ini sangat jarang dimiliki oleh seorang sales. Dimana aktivitas sales lebih cnderung termotivasi oleh tekanan target. Sehingga kunjungan ke nasabah hanya menjadi rutinitas tanpa nyawa. Visit ke calon-calon nasabah seolah menjadi beban.

Lain dengan Meify, dia melakukannya dengan sukarela dan gembira sehingga aktivitas visit nasabah justru menimbulkan passion dan membuatnya lebih mencintai pekerjaan. "Ternyata asyik jadi sales", katanya. "Bisa bertemu banyak orang dan dapat mebantu mereka menjadi bahagia". tambahnya.

Pertanyaan saya selanjutnya adalah "Apa kamu tidak gengsi ke rumah nasabah naik angkot? gak takut menurunkan image perusahaan?" Dan jawabannya ternyata adalah "Tidak". Menurut Meify justru nasabahnya merasa terkesan dengan perjuangannya ketika bertemu nasabah Meify selalu menjelaskan kepada nasabah mengenai kenapa dia naik angkot karena dia tidak mau bergantung pada kendaraan kantor, yang mungkin justru ankan menghambat kunjungannya. Dengan naik angkot dia akan lebih cepat ketemu nasabah dan bisa dengan segera membantu mereka.

Para sales yang merasa senior mungkin akan gengsi dengan konsisi ini. Tentu dengan alasan menurunkan image perusahaan. Kamuflase sebetulnya. Dari semnangat Meify ini mungkin kita bia berkaca dan introspeksi diri.

Meskipun usahanya sudah sedemikian keras, tapi hingga saat ini pencapaian Meify masih di bawah teman-temannya. Hal ini karena memang dia mengawali OJT sebagai sales lebih lambat dua minggu dibanding teman-temannya. Sebelumnya dia diperbantukan untuk develop sebuah program mortgage yang akan diluncurkan perusahaan.

Namun saya sangat terkesan dengan jawabannya ketika saya menanyakan optimisme dia dalam mencapai target. Mengingat saat ini posisi dia memang masih tertinggal dan cukup jauh dari target. Sekali lagi sebuah jawaban luar biasa saya dapatkan dan menurut saya kata-kata ini cukup layak untuk menjadi Quotes of the year. "Selama busway dan angkot masih ada, target pasti terlampaui " katanya.

Dan sayapun menjadi bangga atas trainee saya ini.

---------------------------------- Mengabadikan quote Meify ---------------------------------------------

"Selama busway dan angkot masih ada, target pasti terlampaui"
by Meify Ireine Loho
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Senin, 14 Februari 2011

Arti Sebuah Kesuksesan

Every big step starts with an inch - anonimous -


Seorang trainee datang pada saya dan mengatakan " Pak, kredit yang saya proses sudah cair. Tapi receh Pak".
Mendengar pernyataan itu saya bertanya pada dia " Kamu tidak bangga dengan hasil itu ?"

"Segini mana bisa dibanggakan, Pak?" dia balik bertanya.
Lalu saya tanya kepada dia " Seberapa besar usahamu untuk bisa mencairkan kredit itu?'
"Susah Pak" katanya. dan dilanjutkan dengan bla-bla-bla cerita mengenai usahanya dalam mencairkan fasilitas kredit itu. Ketika dia bercerita terlihat antusiasme yang terwakili oleh an body language nya.

"Itu yang seharusnya kamu banggakan", kata saya. Seberapapun yang kamu dapat, kamu harus menghargai dirimu atas pencapaian itu.

Dan memang bagi dia seharusnya sekecil apapun pencairan itu adalah hal yang luar biasa. Karena, baru 1 bulan dia menjalani On The Job Training tapi sudah bisa mengahsilkan bisnis nyata bagi perusahaan. Sebagai trainer pun saya juga bangga.

Permasalahannya adalah seringkali kita terlalu mengecilkan arti sebuah kesuksesan. Kenapa demikian? Karena kita hanya melihat nominal yang dihasilkan dan bukan pada usaha yang dicurahkan untuk mencapai keberhasilan tersebut.

Ingatlah pepatah di atas. Setiap langkah yang besar selalu dimulai dari satu inchi. Seberapa jauh kita melangkah, pasti diawali dengan satu langkah. Ribuan kilo yang kita tempuh bahkan mungkin hingga jutaan kilo diawali dengan sebuah langkah untuk keluar dari rumah.

Demikian halnya dengan kesuksesan. Sebesar apapun kesuksesan tidak akan datang secara tiba-tiba. Bahkan orang yang beruntung menang lotere jutaan dolar juga mengawalinya dengan sebuah keberhasilan. Keberhasilan dia untuk mendapatkan modal taruhan.

Karenanya, sebuah kesuksesan, sekecil apapun itu harus kita hargai. Setiap anggtota tubuh kita perlu dihargai kerja kerasnya dalam menghasilkan kesuksesan.


Bagaimana jika ternyata pencapaian itu tidak sesuai dengan target yang seharusnya dibebankan kepada kita? Itu menjadi bagian dari departemen evaluasi yang ada pada diri kita. Departemen yang bertugas melakukan menilai kesesuaian rencana dan tindakan yang telah kita buat. Departemen yang melakukan audit atas kesalahan-kesalahan yang kita lakukan sehingga pencapaian tidak sesuai dengan kapasitas yang dimiliki. Dan saya tidak akan membicarakan itu sekarang.
Yang akan saya bahas disini adalah bagaimana menumbuhkan sikap mental positif untuk selalu menghargai setiap kesuksesan dari langkah-langkah yang kita tapak.
Penghargaan atas kesuksesan diri akan melahirkan energi positif. Ucapkan pada diri sendiri " Diriku, selamat atas keberhasilan yang kau capai. Hari ini kamu memang menghasilakn sesuatu yang kecil. Tapi, ini hanya batu loncatan untuk menggapai sukses yang lebih besar bukan?. Karena itu ayo terus semangat untuk melakukan lompatan besar".
Perngahragaan seperti ini akan membuat diri kita terus termotivasi untuk melompat lebih tonggi dan lebih tinggi.

Demikian juga sebaliknya, apabila kita mengecilkan arti sebuah keberhasilan. Yang terjadi adalah kelelahan mental karena merasa hasil yang dicapai tidak sebanding dengan pengorbanan. apalagi bila memang uapaya untuk  mencapai target tersebut sama besar dengan mereka-mereka yang pencapaiannya lebih dari kita. Jika demikian yang muncul selanjutnya adalah perasaan sia-sia. Sehingga muncul kata-kata "percuma dong gue kerja capecape hasilnya cuma segini". Atau "buat apa ngerjain yang segitu. Nyapenyapein aja".

Wow. Luar biasa. Dengan demikian kita sudah menolak rejeki. Kita tidak pernah tahu apakah ada sesuatu yang besar dari cas kecil yang kita kerjakan. Saya pernah punya pengalaman. Sebagai seorang Account Officer di sebuah bank swasta, saya pernah menangani nasabah yang ketika pertama saya pegang hanya memiliki plafon kredit 700 juta rupiah. Pada saat itu saya tidak pernah membayangkan jika suatu saat nasabah saya tersebut akan terus berkembang usahanya hingga kredit yang saya tangani bertambah menjadi 10 milyar. dan bahkan dia membeli sebuh pabrik dan minta pembiayaan kepada saya hingga 80 milyar.

Jika dari awal saya memilirkan yang 80 milyar, tentu yang 700 juta awal tidak akan pernah saya fikirkan. Mungkin saya enggan menangani kredit debitur saya tersebut. Walau bagaimanapun saya menghargai pencapaian awal saya. meskipun hanya 700 juta, tapi saya belajar banyak case dari menangani nasabah ini. Saya mendapatkan pengalaman yang membuat saya matang dan lebih siap untuk mengelola kredit yang lebih besar.

Itulah arti sebuah kesuksesan. Sekecil apapun yang kita dapatkan harus kita syukuri agar pancaran energi positif yang kita dapatkan. Kalau boleh saya ibaratkan kesuksesan ibaran sebuah candu yang begitu kita hisap akan membuat kita terus dan ingin terus menghisapnya lagi. Bila memang demikian keadaannya maka sangatlah wajar bila dari sebuah kesuksesan kecil maka akan lahirlah kesuksesan besar.

Kamis, 10 Februari 2011

Move or Stay ? Is It Problem for You?

Hari ini, seorang teman menghubungi saya. Teman yang menurut saya luar biasa dalam bekerja, punya semangat dan loyalitas tinggi terhadap perusahaanya. Akan tetapi, kali ini rupanya dia sedang gundah. Dia sedang bingung memikirkan tawaran yang menarik dari perusahaan lain. Tentu saja dengan kompensasi kenaikan gaji yang jauh lebih "pantas" ditambah dengan sejumlah fasilitas yang lebih baik.


So..apa masalahnya ? Kenapa dia menjadi bingung kalau toh ternyata tawarannya jauh lebih bagus.

Langsung saja sebuah pertanyaan muncul dari saya. "Apa yang membuat loe takut untuk pindah ?"
Rupanya standar saja. Ketakutan akan risiko di tempat baru, harus beradaptasi lagi dan keharusan untuk melewati masa probation.

Pertanyaan selanjutnya. "Apa yang membuat loe pengen bertahan?"
Jawaban atas pertanyaan ini yang saya suka. "Gue cinta sama perushaan gue sekarang. Gue punya mimpi di sini. Gue punya visi di sini". Jawaban yang menurut saya luar biasa. Yang seharusnya dengan adanya itu dia tidak perlu ragu untuk bertahan.

"Apakah loe enjoy kerja di situ? Lu enjoy dengan pekerjaan lu ?". Definitely yes jawabannya.

"Are you happy with that ?" Of course jawabannya.

"Apa yang bikin loe bahagia?" Rupanya karena dia telah membangun sesuatu yang luar biasa di perusahaan itu. Selama kurang dari satu tahun dia sudah berhasil menghidupkan sebuah cabang kecil yang tadinya sekarat. Dan dengan pencapaian itu dia mendapat penghargaan kesempatan dinner dengan BOD.

"And I'm happy because i have a great contribution here and I feel so meaningful". Katanya.
 

Tapi mengapa dia bingung?

Muncul satu pertanyaan lagi. "Apa yang membuat lu ngrasa loe harus pergi?" jawabannya adalah "gaji". Dia ingin mendapatkan rupiah yang lebih dari sekarang. Sementara tawaran dari "warung sebelah" sangat menggiurkan. Dengan kalkulasinya, apabila tawaran itu diambil tentu segala ambisinya akan uang pasti akan terpenuhi.

"Apakah uang itu sesuatu yang urgent bagi loe untuk dikejar saat ini?". Jawabannya iya. Dan justru muncul pertanyaan balik dari dia. "Siapa yang nggak mau uang banyak?".

"Apa lagi yang membuat loe ragu bertahan?". Dia justru menjawab dengan sebuah pertanyaan. "Sampai kapan gue harus ada di posisi ini?". "Gue takut gak akan naik-naik?"

"Apakah yang ditawarkan ke loe adalah jabatan yang lebih tinggi?". Not really jawabannya.
Jadi menurut saya itu bukan issue.

"Apakah uang yang ditawarkan ke loe itu bisa gantiin kebahagiaan loe kerja di tempat  sekarang?" She is definitely cunfuse about this question.

-------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Well, that's life. Life is choice. Pada dasrnya hidup adalah pilihan. Anda mungkin pernah mengalami situasi seperti itu. Dan mungkin anda juga termasuk orang yang bingung ketika menghadapi situasi demikian.

Apapun pilihan kita tidaklah masalah. Asalkan kita tahu apa konsekuensinya. Kita tahu apa risikonya dan siap menerima risiko itu dengan jiwa yang besar.

Tapi yang jelas adalah ketika kita menentukan suatu pilihan pastikan hal itu telah selaras dengan purpose of life. Karena ketika kita paham purpose of life tentu tidak akan terjebak dan dipusingkan dengan atribut-atribut seperti uang, pangkat, jabatanm, prestise, status sosial, dsb. Semua hal itu pada dasarnya adalah pernak-pernik yang bersifat sementara. Semua atribut itu akan secara otomatis menyemat ketika kita menjalani kerja dengan luar biasa.

Sementara itu bagaimana sebuah kerja menjadi luar biasa?. Ketika kita enjoy dengan pekerjaan itu. Bagaimana kita bisa enjoy dengan pekerjaan?. Ketika kita mencintai pekerjaan itu, tidak peduli dimanapun. Tidak peduli terikat pada lembaga apapun. When you love your job then everyday is holiday for you.

Dari diskusi saya dengan teman tersebut jelas terlihat bahwa dia hanya terbebani oleh satu atribut, yaitu uang.

Pada daranya "great money will follow great job". Ketika kerja anda luar biasa maka secara otomatis uang, pangkat, jabatan akan dengan senang hati memihak anda. Di manapun anda berada, apakah di tempat lama atau di tempat baru, hukum itu pasti berlaku. Masalahnya adalah, semua hal  tersebut memerlukan proses yang tentu saja equivalen dengan "waktu".

Ketika berbicara mengenai waktu hanya ada satu sikap mental yang bisa mengimbanginya yaitu sabar dan persisten.

Dalam case dia atas saya tidak pernah mennentukan pilihan untuk teman saya tersebut. Hanya saja saya mencoba membuka pola pikirnya agar menghitung secara cermat. Jangan sampai dia terjebak pada atribut-atribut yang sifatnya sementara. Apakah itu uang, jabatan atau bahkan kekuasaan.

Yang paling penting menjadi ukuran dalam hal ini adalah sekali lagi purpose of life. Setiap orang pasti ingin bahagia. Dan ketika kita sudah happy dengan pekerjaan yang saat ini kita jalani, akankah beberapa rupiah mampu menggantikan kebahagiaan itu?

Lain halnya jika memang kita sudah sama sekali bosan dengan pekerjaan kita. Apa yang bisa kita lakukan kalau memang kondisinya demikian. Ada tiga pilihan dan moving out adalah salah satu pilihannya. Apa lagi dua pilihan lainnya? Kita merubah lingkungan kerja kita atau kita yang merubah sikap mental kita. Untuk merubah lingkungan jelas diluar service area kita. Merubah sikap mental kita perlu effort yang luar biasa.

Tawaran-tawaran dari "warung lain" yang lebih menarik adalah tarikan dari luar. Kondisi-kondisi dalam perusahaan yang membuat kita tidak nyaman, tidak enjoy adalah dorongan dari dalam. Selama dua konsisi tersebut tidak terpenuhi, berpikirlah masak-masak sebelum moving out. Pikirkan kembali apa motivasi anda untuk pindah kerja. Sekali lagi jangan hanya karena mengejar sebuah atribut.

Satu hal yang sangat penting dalam pekerjaan adalah kita harus melihat pekerjaan itu sebagai sebuah sarana. Sarana untuk apa? Tentu saja sarana untuk mencapai purpose of life kita yaitu, happyness. Dan yang paling penting dalam mencapai kebahagian adalah sikap mental. Maka tentunya ketika akan memutuskan untuk pindah, kita harus menimbang apakah tenpat kerja saya saat ini adalah wahana yang cukup bagus untuk mengembangkan sikap mental saya?. Dan apakah tempat baru saya nanti akan sebagus ini atau lebih bagus lagi?

Apakah di sana saya bisa memberikan kontribusi lebih baik? dan ataukahsebaliknya.

Ketika kerangka berfikir ini kita miliki, saya yakin tidak akan ada kebingungan ketika kita menghadapi pilihan-pilihan dalam hidup. terutama dalam pekerjaan dan karir.